Konversi BBM ke BBG Harus Direncanakan Matang
Anggota Komisi VII DPR Mardani mengatakan, dirinya menilai pernyataan pemerintah yang telah siap dengan mekanisme konversi BBM ke BBG sebagai sikap yang terburu-buru dan tidak melalui perencanaan yang matang. “Ini hanya reaktif saja, sebaiknya pemerintah memulai dengan menyiapkan Blueprint Energy.”ujarnya kepada Parlementaria, di Gedung DPR, Jum’at (13/1).
Mardani menambahkan,pemerintah sepertinya panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk mengatasi terjadinya overquota BBM subsisdi yang terjadi setiap tahun. Apalagi saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan energi ini. “Karenanya pemerintah harus mempersiapkan secara matang dan melibatkan semua stakeholder termasuk DPR RI, pemerintah jangan bertindak sembrono,”tegasnya.
Menurutnya, DPR siap dan memiliki waktu yang cukup untuk membahas kebijakan ini ke depan. Penyesuaian anggaran untuk melaksanakan kebijakan ini bisa dilakukan pada pembahasan APBN Perubahan 2012 nantinya. “Yang kami inginkan adalah menyiapkan kebijakan ini secara matang dan berpihak pada kesejahteraan rakyat,”tambah anggota DPR RI yang berasal dari Dapil VII Jabar (Kab. Bekasi, Karawang, Purwakarta) ini.
Dia mengatakan, kebijakan subsidi BBM yang dilaksanakan pemerintah dianggap gagal karena lebih banyak subsidi tersebut jatuh kepada orang kaya, misalnya melalui penggunaann BBM bersubsidi premium yang diberikan kepada pengguna kendaraan pribadi yang pada tahun 2011 mencapai 25,49 juta kiloliter. Sementara sebagian besar masyarakat bawah yang tidak memiliki kendaraan pribadi tidak dapat menikmati subsidi ini.
“Akar masalah kebijakan BBM selama ini adalah adanya kesalahan paradigmatik dan pendekatan yang tidak komprehensif. Kesalahan paradigmatik yaitu karena kita masih berkutat pada energi konvensional seperti premium, pertamax, solar dll. Bahkan dengan mensubsidinya. Sementara itu, kita tidak serius menata sumber enegri baru mulai dari gas, nabati, hingga elektric vehicle,”paparnya.
Karena itu, lanjutnya, DPR meminta pemerintah membuat Blueprint Energy terlebih dahulu. Blueprint Energy harus meliputi pemetaan demand energi seperti kebutuhan untuk transportasi, rumah tangga, industri dan lain-lain dan dan diklasifikasikan. Di sisi suplai juga, pemerintah juga harus berhitung dengan matang dan berfikir untuk kepentingan bangsa ini ke depan.
Supply produksi untuk gas 1.5 juta barrel setara minyak dan 0.93 juta barel minyak.namun disayangkan, paparnya, impor minyak dengan harga mahal karena kebutuhan kita 1.4 jt barel per hari dan mengekspor gas 0.78 juta barel setara minyak dengan harga murah. “Betapa banyak kerugian negara dengan 'kebodohan' kebijakan ini. Kemudian, gas alam dijual dengan 3.8 dolar per MMBTU sementara dalam negeri kekurangan pasokan dan kita siap membeli 7 dolar per MMBTU. Sungguh ironis,”jelasnya.
Menurutnya, bila pemerintah cerdas dan berani serta benar-benar berpikir untuk kesejahteraan rakyat, maka tidak kurang dari 79 trilyun devisa dapat diselamatkan. Pada saat yang sama kita akan mendapat tambahan PDB lebih dari 3% karena turunnya harga energi kita, sehingga harga produk barang dan jasa semakin murah dan menjadikan kita semakin kompetitif. “Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan lapangan kerja tersedia lebih banyak,”katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa pemerintah telah siap dengan pelaksanaan konversi BBM ke BBG, bahkan telah menyiapkan anggarannya untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur lainnya. DPR meragukan kesiapan pemerintah ini karena terkesan mendadak dan terburu-buru. Apalagi dalam pembahasan RAPBN 2012 beberapa waktu yang lalu, isu perubahan kebijakan energi dari BBM ke BBG tidak menjadi fokus pembahasan antara Pemerintah dan DPR RI, sehingga bagaimana mungkin tiba-tiba pemerintah menyatakan kesiapannya dengan kebijakan ini dan dengan anggarannya. (si)